NATO Tetap Pertahankan Pasukan di Irak

Jumat, 30 Oktober 2020

Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg menyatakan, pihaknya telah setuju untuk memperluas misi pelatihannya di Irak untuk membantu pasukan Irak memerangi ekstremisme. Foto: Reuters/Sindonews

Detil.co,Brussels - Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg menyatakan, pihaknya telah setuju untuk memperluas misi pelatihannya di Irak untuk membantu pasukan Irak memerangi ekstremisme. Stoltenberg mengatakan, kesepakatan ini dicapai dalam pertemuan Menteri Pertahanan anggota NATO.

"Sementara situasi keamanan tetap menantang, NATO tetap berkomitmen untuk meningkatkan dukungan kami," kata Stoltenberg dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Al Arabiya pada Minggu (25/10/2020).

“Tujuan kami adalah untuk membantu membangun pasukan Irak mandiri yang mampu memerangi terorisme, mencegah kembalinya ISIS, dan menstabilkan negara mereka," sambungnya, mengutip peningkatan jumlah dan kecanggihan serangan terhadap pasukan internasional di Irak yang mengkhawatirkan.

Dikutip dari Sindonews.com, NATO mempertahankan misi pelatihan dengan jumlah personel sebanyak 500 personel di negara itu untuk mempersiapkan pasukan lokal jika terjadi serangan dari ISIS. Stoltenberg mengatakan, ruang lingkup peningkatan misi akan diputuskan pada pertemuan menteri pertahanan aliansi pada Februari.l

NATO sempat menghentikan misi pelatihannya di Irak, setelah meningkatnya sentimen anti-Amerika Serikat (AS) pasca pembunuhan Qassem Soleimani pada bulan Januari dalam serangan udara AS di dekat Baghdad.

Selain karena sentimen AS meningkat, Stoltenberg mengatakan, pandemi Covid-19 juga memaksa aliansi untuk mengurangi personel awal tahun ini. Namun, jelasnya, misi tersebut telah kembali ke kapasitas penuh.

Di kesempatan yang sama, dia juga menyinggung mengenai masalah Afghanistan. Di mana, Stoltenberg mendesak Taliban untuk mengurangi tingkat kekerasan yang tidak dapat diterima dan memutuskan hubungan dengan kelompok kekerasan.

Dia juga mengatakan, belum ada kepastian bahwa AS dan mitra internasionalnya akan tarik diri dari Afghanistan. Pernyataan ini dikhawatirkan akan berdampak pada negosiasi perdamaian antara pemerintah Afghanistan dan gerilyawan Taliban.

Stoltenberg menyebut pemahaman asli kedua belah pihak adalah bahwa Washington tidak akan sepenuhnya menarik diri sebelum kesepakatan solid antara kedua belah pihak tercapai.

“Negosiasi di Doha rapuh, tapi itu adalah kesempatan terbaik untuk perdamaian dalam satu generasi. Dan, semua warga Afghanistan harus memanfaatkan kesempatan bersejarah ini. Bulan-bulan mendatang sangat menentukan bagi Afghanistan," ucapnya.

“NATO mendukung proses perdamaian. Dan, kami telah menyesuaikan kehadiran kami untuk mendukungnya, meningkatkan jumlah pasukannya kembali menjadi kurang dari 12 ribu dari lebih dari 100 ribu. Kami memutuskan untuk pergi ke Afghanistan bersama, kita akan membuat keputusan tentang penyesuaian masa depan bersama; dan kami akan pergi bersama, jika waktunya tepat," tukasnya.***