Isu Calon Menteri Diminta Rp 500 Miliar, Ini Jawaban Seskab

Senin, 25 November 2019

Pramono Anung. Foto Tribunnews

Detil.co,JAKARTA - Terkait isu liar adanya calon menteri yang diminta menyetor Rp 500 miliar kepada satu partai politik agar bisa masuk Kabinet Indonesia Maju Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang dilempar Ketua Umum PPP versi Muktamar Jakarta Humphrey Djemat, ditanggapi Seskab Pramono Anung. Pramono Anung menepis isu tersebut.

"Ingin kami sampaikan bahwa proses rekrutmen untuk calon menteri itu sebenarnya dilakukan secara teliti, hati-hati oleh Bapak Presiden. Dan kemudian kalau pada hari ini ada isu seperti itu, yang pertama uang Rp 500 miliar bukan uang kecil. Sangat besar sekali. Bagaimana uang itu ada. Dan kalau ada gampang dilacak oleh PPATK. Sekarang ini uang di atas Rp 100 juta saja sudah sangat gampang dilacak baik oleh PPATK, oleh KPK, oleh kejaksaan, oleh kepolisian," kata Pramono Anung di gedung Setkab, Jakarta Pusat, Senin (25/11/2019). Dikutip dari detik.com.

Pramono menegaskan pemilihan menteri dilakukan langsung oleh Jokowi. Menurutnya, Jokowi sangat selektif dalam menentukan pembantunya di pemerintahan.

"Dan kita semua tahu dalam proses penentuan menteri, presiden secara langsung beliau yang memilih. Sangat hati-hati. Kemudian representasi partai pun tidak semua yang diusulkan partai itu disetujui oleh presiden. Bahkan beberapa nama-nama yang cukup baik dan kredibel, dan juga nama besar, presiden ada yang tidak setuju. Sehingga dengan demikian isu itu pasti isu yang pasti tidak akan bisa dibuktikan," tegas Pramono.

Pramono tak yakin seseorang bisa mengantongi uang Rp 500 miliar. Menurutnya, isu itu sangat tidak bisa diterima logika sehat.

"Nggak mungkin. Dan untuk apa kasih uang Rp 500 miiar hanya sekadar jadi menteri. Kan ini secara logika juga tidak masuk akal. Menteri gajinya nggak sampai Rp 100 juta. Bagaimana bisa uang dengan sejumlah itu dikeluarkan," jelas Pramono.

Isu liar itu disampaikan Humphrey dalam diskusi 'Quo Vadis Pilkada Langsung', di Kantor Formappi, Jalan Matraman, Jakarta Timur, Minggu (24/11). Humphrey mulanya berbicara soal partai politik yang melakukan politik transaksional sehingga menyandera pemimpin baru yang muncul.

"Karena andai katakan juga pilkada langsung ini dilangsungkan kehidupan partai politik kita masih juga transaksional akan menghadapi masalah yang timbul dan akan sulit muncul bibir pemimpin yang kota anggap punya integritas dan berbuat banyak untuk kesejahteraan masyarakat kita. Pemimpin yang muncul ini pasti akan tersandera oleh kepentingan partai politik tersebut," kata Humphrey.

Sejurus kemudian, Humphrey menyebut adanya seorang profesional yang diinginkan Jokowi untuk menjadi menteri. Kandidat dari profesional itu pun lalu dilirik oleh partai politik yang bersedia 'meng-endorse-nya'. Hal itu, kata dia, mengingat adanya kendala 'alokasi parpol'.

Humphrey mengatakan endorsement tersebut tak cuma-cuma. Dia mengatakan sang calon menteri diminta berkontribusi sebesar Rp 500 miliar selama dia menjadi menteri Jokowi.

"Bahkan juga, saya sudah mendengar dari calon menteri yang sebenarnya itu pilihan dari Jokowi, dia mau di-endorse partai politik tersebut, dia tidak harus kasih uang untuk itu, tapi harus ada komitmen selama dia menjadi menteri, dia harus bisa mengkontribusi Rp 500 miliar," ujarnya.***